Asal Usul Sebutan ALAWIYYIN
|
Add caption
|
Hijrah dari Basrah ke Hadramaut
Nenek moyang golongan Sayid di Hadramaut adalah seorang yang bernama Ahmad bin
Isa yang dijuluki al-Muhajir yang berasal dari Basra, Irak. Kepindahannya ke
Hadramaut disebabkan kekuasaan diktator kekhalifahan Bani Abbas yang secara
turun menurun memimpin umat Islam, mengakibatkan rasa ketidakpuasan di kalangan
rakyat. Rakyat mengharapkan salah satu keturunan Rasulullah dapat memimpin
mereka. Akibat dari kepemimpinan yang diktator, banyak kaum muslim berhijrah,
menjauhkan diri dari pusat pemerintahan di Bagdad dan menetap di Hadramaut.
Imam Ahmad bin Isa keadaannya sama dengan para sesepuhnya. Beliau seorang
'alim, 'amil (mengamalkan ilmunya), hidup bersih dan wara' (pantang bergelimang
dalam soal keduniaan). Allah SWT mengaruniainya dua ilmu sekaligus, ilmu
tentang soal-soal lahir dan ilmu tentang futuhatul-bathin (mengetahui beberapa
masalah gaib). Di Iraq beliau hidup terhormat dan disegani, mempunyai kedudukan
terpandang dan mempunyai kekayaan cukup banyak. Ketika beliau berangkat hijrah
dari Iraq ke Hijaz pada tahun 317 H beliau ditemani oleh istrinya, Syarifah
Zainab binti Abdullah bin al-Hasan bin 'Ali al-'Uraidhy, bersama putera
bungsunya bernama Abdullah, yang kemudian dikenal dengan nama Ubaidillah. Turut
serta dalam hijrah itu cucu beliau yang bernama Ismail bin Abdullah yang
dijuluki dengan Bashriy. Turut pula dua anak lelaki dari paman beliau dan
orang-orang yang bukan dari kerabat dekatnya. Mereka merupakan rombongan yang
terdiri dari 70 orang. Imam al-Muhajir membawa sebagian dari harta kekayaannya
dan beberapa ekor unta ternaknya. Sedangkan putera-puteranya yang lain
ditinggalkan menetap di Iraq.
Tibalah Imam al-Muhajir di Madinah al-Munawwarah dan tinggal di sana selama
satu tahun. Pada tahun itulah kaum Qaramithah memasuki kota Makkah dan
menguasainya. Mereka meletakkan pedang di al-hajij dan memindahkan
Hajarul-Aswad dari tempatnya ke tempat lain yang dirahasiakan. Pada tahun
berikutnya al-Muhajir berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Dari
Makkah beliau menuju Asir lalu ke Yaman. Di Yaman beliau meninggalkan anak
pamannya yang bernama Sayyid Muhammad bin Sulaiman, datuk kaum Sayyid al-Ahdal.
Kemudian Imam al-Muhajir berangkat menuju Hadramaut dan menetap di Husaisah.
Imam al-Muhajir menetap di Hadramaut atas dasar pengarahan dari Allah SWT,
sebab kenyataan menunjukkan, setelah beliau hijrah ke negeri itu di sana
memancar cahaya terang sesudah beberapa lama gelap gulita. Penduduk yang
awalnya bodoh berubah menjadi mengenal ilmu. Imam al-Muhajir dan keturunannya
berhasil menundukkan kaum khawarij dengan dalil dan argumentasi. Kaum Khawarij
tidak mengakui atau mengingkari Imam al-Muhajir berasal dari keturunan Nabi
Muhammad SAW. Untuk memantapkan kepastian nasabnya sebagi keturunan Rasulullah
saw sayyid Ali bin Muhammad bin Alwi berangkat ke Iraq. Di sanalah ia beroleh
kesaksian dari seratus orang terpercaya dari mereka yang hendak berangkat
menunaikan ibadah haji. Kesaksian mereka yang mantap ini lebih dimantapkan lagi
di makkah dan beroleh kesaksian dari rombongan hujjaj Hadramaut sendiri. Dalam
upacara kesaksian itu hadir beberapa orang kaum Khawarij, lalu mereka ini
menyampaikan berita tentang kesaksian itu ke Hadramaut. Dengan demikian
mantaplah sudah pengakuan masyarakat luas mengenai keutamaan para kaum
ahlul-bait sebagai keturunan Rasulullah SAW melalui puteri beliau Siti Fatimah
Az-Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib. Al-allamah Yusuf bin Ismail al-Nabhany
dalam bukunya Riyadhul Jannah mengatakan: 'Kaum Sayyid al-Ba Alwiy oleh umat
Muhammad SAW sepanjang zaman dan di semua negeri telah diakui bulat sebagai
ahlul-bait nubuwah yang sah, baik ditilik dari sudut keturunan maupun
kekerabatan, dan mereka itu adalah orang-orang yang paling tinggi ilmu
pengetahuan agamanya, paling banyak keutamaannya dan paling tinggi budi
pekertinya'.
Mengenai hijrahnya Imam Ahmad Al-Muhajir ke Hadramaut, Habib Abdullah bin Alwi
al-Haddad dalam bukunya 'Risalatul Muawanah' mengatakan: Al-Imam Muhajir Ahmad
bin Isa bin Muhammad bin Ali bin al-Imam Ja'far Shadiq, ketika menyaksikan
munculnya bid'ah, pengobralan hawa nafsu dan perbedaan pendapat yang makin
menghangat, maka beliau hijrah dari negaranya (Iraq) dari tempat yang satu ke
tempat yang lain hingga sampai di Hadramaut, beliau bermukim di sana hingga
wafat.
Ahmad bin Isa, dengan maksud memelihara keturunan dari pengaruh buruk dan
kesesatan yang nyata yang telah mewarnai kehidupan kekhalifahan Bani Abbas,
berhijrah dari Basra ke Hadramaut pada tahun 317 H dan wafat di Husaisah pada
tahun 345 Hijriah. Imam Ahmad bin Isa mempunyai dua orang putera yaitu
Ubaidillah dan Muhammad. Ubaidillah hijrah bersama ayahnya ke Hadramaut dan
mendapat tiga orang putera yaitu Alwi, Jadid dan Ismail (Bashriy). Dalam
tahun-tahun terakhir abad ke 6 H keturunan Ismail (salah satu keturunannya
ialah Syekh Salim Bin Bashriy) dan Jadid (salah satu keturunannya ialah al-Imam
Abi Jadid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Jadid) punah
dalam sejarah, sedangkan keturunan Alwi tetap lestari. Mereka menamakan diri
dengan nama sesepuhnya Alwi, yang kemudian dikenal dengan kaum Sayyid Alawiyin.
Gelar Imam, Syekh, Habib dan Sayid
Menurut Sayyid Muhammad Ahmad al-Syatri dalam bukunya Sirah al-Salaf min Bani
Alawi al-Husainiyyin, para salaf kaum 'Alawi di Hadramaut dibagi menjadi empat
tahap yang masing-masing tahap mempunyai gelar tersendiri. Gelar yang diberikan
oleh masyarakat Hadramaut kepada tokoh-tokoh besar Alawiyin ialah:
IMAM (dari abad III H sampai abad VII H). Tahap ini ditandai perjuangan keras
Ahmad al-Muhajir dan keluarganya untuk menghadapi kaum khariji. Menjelang akhir
abad 12 keturunan Ahmad al-Muhajir tinggal beberapa orang saja. Pada tahap ini
tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin
Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam Salim bin Bashri.
SYAIKH (dari abad VII H sampai abad XI H). Tahapan ini dimulai dengan munculnya
Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan berkembangnya tasawuf,
bidang perekonomian dan mulai berkembangnya jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa
ini terdapat beberapa tokoh besar seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam
sendiri. Ia lahir, dibesarkan dan wafat di Tarim. Di kota Tarim, ia belajar
bahasa Arab, teologi dan fikih sampai meraih kemampuan sebagai ulama besar ahli
fiqih. Ia juga secara resmi masuk ke dunia tasawuf dan mencetuskan tarekat
'Alawi. Sejak kecil ia menuntut ilmu dari berbagai guru, menghafal alquran dan
banyak hadits serta mendalami ilmu fiqih. Ketika ia masih menuntut ilmu, Syekh
Abu Madyan seorang tokoh sufi dari Maghrib mengutus Syekh Abdurahman al-Muq'ad
untuk menemuinya. Utusan ini meninggal di Makkah sebelum sampai di Tarim,
tetapi sempat menyampaikan pesan gurunya agar Syekh Abdullah al-Saleh
melaksanakan tugas itu. Atas nama Syekh Abu Madyan, Abdullah membaiat dan mengenakan
khiqah berupa sepotong baju sufi kepada al-Faqih al-Muqaddam. Walaupun menjadi
orang sufi, ia terus menekuni ilmu fiqih. Ia berhasil memadukan ilmu fiqih dan
tasawuf serta ilmu-ilmu lain yang dikajinya. Sejak itu, tasawuf dan kehidupan
sufi banyak dianut dan disenangi di Hadramaut, terutama di kalangan 'Alawi.
Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Ia memulai pendidikannya
pada ayah dan kakeknya lalu meneruskan pendidikannya di Yaman dan Hijaz dan
belajar pada ulama-ulama besar. Ia kemudian bermukim dan mengajar di Mekkah dan
Madinah hingga digelari Imam al-Haramain dan Mujaddid abad ke 8 Hijriyah.
Ketika Saudaranya Imam Ali bin Alwi meninggal dunia, tokoh-tokoh Hadramaut
menyatakan bela sungkawa kepadanya sambil memintanya ke Hadramaut untuk menjadi
da'i dan guru mereka. Ia memenuhi permintaan tersebut dan berhasil mencetak
puluhan ulama besar.
Abdurahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin
Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Ia digelari al-Saqqaf karena kedudukannya sebagai
pengayom dan Ilmu serta tasawufnya yang tinggi. Pemula famili al-Saqqaf ini
adalah ulama besar yang mencetak berpuluh ulama termasuk putranya sendiri Umar
Muhdhar. Ia juga sangat terkenal karena kedermawanannya. Ia mendirikan sepuluh
masjid serta memberikan harta wakaf untuk pembiayaannya. Ia memiliki banyak
kebun kurma.
Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf adalah imam dalam ilmu dan tokoh dalam
tasawuf. Ia terkenal karena kedermawanannya. Ia menjamin nafkah beberapa
keluarga. Rumahnya tidak pernah sepi dari tamu. Ia mendirikan tiga buah masjid.
Menurut Muhammad bin Abu Bakar al-Syilli, ia telah mencapai al-mujtahid
al-mutlaq dalam ilmu syariat. Ia meninggal ketika sujud dalam shalat Dzuhur.
Abdullah al-Aidrus bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman al-Saqqaf. Hingga
usia 10 tahun, ia dididik ayahnya dan setelah ayahnya wafat ia dididik pamannya
Umar Muhdhar hingga usia 25 tahun. Ia ulama besar dalam syariat, tasawuf dan
bahasa. Ia giat dalam menyebarkan ilmu dan dakwah serta amat tekun beribadah.
Ali bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman al-Saqqaf. Ia menulis sebuah wirid
yang banyak dibaca orang hingga abad ke 21 ini. Ia terkenal dalam berbagai
ilmu, khususnya tasawuf. Menurut Habib Abdullah al-Haddad, ia merupakan salaf
ba'alawi terakhir yang harus ditaati dan diteladani.
HABIB (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV). Tahap ini ditandai dengan
mulai membanjirnya hijrah kaum 'Alawi keluar Hadramaut. Dan di antara mereka
ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang peninggalannya masih dapat disaksikan
hingga kini, di antaranya kerajaan Alaydrus di Surrat (India), kesultanan
Al-Qadri di di kepulauan Komoro dan Pontianak, Al-Syahab di Siak dan Bafaqih di
Filipina.
Tokoh utama 'Alawi masa ini adalah Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad yang
mempunyai daya pikir, daya ingat dan kemampuan menghafalnya yang luar biasa.
Sejak kecil ia telah menghafal alquran. Ia berilmu tinggi dalam syariat,
tasawuf dan bahasa arab. Banyak orang datang belajar kepadanya. Ia juga menulis
beberapa buku.
Pada tahap ini juga terdapat Habib Abdurahman bin Abdullah Bilfaqih, Habib
Muhsin bin Alwi al-Saqqaf, Habib Husain bin syaikh Abu Bakar bin Salim, Habib
Hasan bin Soleh al-Bahar, Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi.
SAYYID (mulai dari awal abad XIV ). Tahap ini ditandai kemunduran kecermelangan
kaum 'Alawi. Di antara para tokoh tahap ini ialah Imam Ali bin Muhammad
al-Habsyi, Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, Allamah Abu Bakar bin Abdurahman
Syahab, Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib Husain bin Hamid al-Muhdhar.
Sejarawan Hadramaut Muhammad Bamuthrif mengatakan bahwa "Alawiyin"
atau " qabilah Ba'alawi" dianggap qabilah yang terbesar jumlahnya di
Hadramaut dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika. Qabilah Alawiyin di
Hadramaut dianggap orang Yaman karena mereka tidak berkumpul kecuali di Yaman
dan sebelumnya tidak terkenal di luar Yaman.
Jauh sebelum itu, yaitu pada abad-abad pertama hijriah julukan Alawy digunakan
oleh setiap orang yang bernasab kepada Imam Ali bin Abi Thalib, baik nasab atau
keturunan dalam arti yang sesungguhnya maupun dalam arti persahabatan akrab.
Kemudian sebutan itu (Alawy) hanya khusus berlaku bagi anak cucu keturunan Imam
al-Hasan dan Imam al-Husein. Dalam perjalanan waktu berabad-abad akhirnya
sebutan Alawy hanya berlaku bagi anak cucu keturunan Imam Alwy bin Ubaidillah.
Alwi adalah anak pertama dari cucu-cucu Imam Ahmad bin Isa yang lahir di
Hadramaut. Keturunan Ahmad bin Isa yang menetap di Hadramaut ini dinamakan
"Alawiyin" diambil dari nama cucu beliau Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad
bin Isa yang dimakamkan di kota Sumul. Alwi bin Ubaidillah mempunyai anak
Muhammad. Muhammad bin Alwi mempunyai anak Alwi. Alwi mempunyai anak Ali
(Kholi' Qasam).
Ali diberi laqob "Kholi' Qasam" sebagai nisbah kepada negeri al-Qasam
yang merupakan tempat mereka di negeri Bashrah, di mana dari tempat itu ia
mendapat harta dan membeli tanah di dekat kota Tarim di Hadramaut dengan harga
20.000 dinar dan ditanaminya pohon kurma untuk mengenang kota Qasam di Bashrah
yang tadinya dimiliki oleh kakeknya al-Imam Ahmad al-Muhajir yang merupakan
tanah yang luas di sana di dekat teluk Arab dan penuh dengan kurma pada masa
itu. Menurut sejarah, Ali Kholi' Qasam waliyullah yang pertama kali di makamkan
di perkuburan Zanbal Hadramaut dan salah satu kewalian beliau jika memberi salam
kepada Rasulullah baik dalam keadaan shalat atau dalam keadaan lain, Rasulullah
langsung menjawab salamnya. Ali Khali' Qasam mempunyai tiga orang anak:
Abdullah, Husin dan Muhammad. Tetapi yang tetap meneruskan keturunannya adalah
dari Muhammad yang dikenal dengan sebutan " Shahib Marbath ".
Dari keturunan Imam Alwiy bin Ubaidillah muncul sejumlah 'ulama-auliya, mereka
mengkhususkan perhatian hanya kepada dakwah mengajak manusia kembali kepada
kebenaran Allah SWT. Setiap orang dari mereka mempunyai sanad (sandaran) yang
bersambung ke Rasulullah SAW.
|
Add caption |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar