AWWALAN

Selasa, 22 Desember 2015

BIOGRAFI MBAH DALHAR WATUCONGOL


 Kelahiran dan Nasab Mbah Dalhar
Mbah Kyai Dalhar lahir di komplek Pesantren Darussalam, Watucongol, Muntilan, Magelang pada hari Rabu, 10 Syawal 1286 H atau 10 Syawal 1798 – Je (12 Januari 1870 M). Ketika lahir beliau diberi nama oleh ayahnya dengan nama Nahrowi.

Ayahnya adalah seorang da’i ilallah bernama Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo. Kyai Abdurrauf adalah salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro.

Nasab Kyai Hasan Tuqo sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Oleh karenanya sebagai keturunan raja, Kyai Hasan Tuqo juga mempunyai nama lain dengan sebutan Raden Bagus Kemuning.

Diriwayatkan, Kyai Hasan Tuqo keluar dari komplek keraton karena beliau memang lebih senang mempelajari ilmu agama daripada hidup dalam kepriyayian. Belakangan waktu baru diketahui jika beliau hidup menyepi di daerah Godean, Yogyakarta. Sekarang desa tempat beliau tinggal dikenal dengan nama desa Tetuko.

Sementara itu salah seorang putera beliau yang bernama Abdurrauf juga mengikuti jejak ayahnya yaitu senang mengkaji ilmu agama. Namun ketika Pangeran Diponegoro membutuhkan kemampuan beliau untuk bersama-sama memerangi penjajah Belanda, Abdurrauf tergerak hatinya untuk membantu sang Pangeran.

Dalam gerilyanya, pasukan Pangeran Diponegoro sempat mempertahankan wilayah Magelang dari penjajahan secara habis-habisan. Karena Magelang bagi pandangan militer Belanda nilainya amat strategis untuk penguasaan teritori lintas Kedu. Oleh karenanya, Pangeran Diponegoro membutuhkan figure-figure yang dapat membantu perjuangan beliau melawan Belanda sekaligus dapat menguatkan ruhul jihad di masyarakat.

Menilik dari kelebihan yang dimilikinya serta beratnya perjuangan waktu itu maka diputuskanlah agar Abdurrauf diserahi tugas untuk mempertahankan serta menjaga wilayah Muntilan dan sekitarnya. Untuk ini Abdurrauf kemudian tinggal di dukuh Tempur, Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan. Beliau lalu membangun sebuah pesantren sehingga masyhurlah namanya menjadi Kyai Abdurrauf.

Pesantren Kyai Abdurrauf ini dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Abdurrahman. Namun letaknya bergeser ke sebelah utara di tempat yang sekarang dikenal dengan Dukuh Santren (masih dalam Desa Gunung Pring). Sementara ketika masa dewasa mbah Kyai Dalhar, beliau juga meneruskan pesantren ayahnya (Kyai Abdurrahman) hanya saja letaknya juga digeser ke arah sebelah barat di tempat yang sekarang bernama Watu Congol.

Masa Kanak-Kanak
Semasa kanak–kanak, Mbah Dalhar belajar Al-Qur’an dan beberapa dasar ilmu keagamaan pada ayahnya sendiri. Pada usia 13 tahun baru mondok di pesantren. Ia dititipkan oleh ayahnya pada Mbah Kyai Mad Ushul (begitu sebutan masyhurnya) di Dukuh Mbawang, Ngadirejo, Salaman, Magelang. Di bawah bimbingan Mbah Mad Ushul , ia belajar ilmu tauhid selama kurang lebih 2 tahun.
Kemudian tercatat juga mondok di Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen pada umur 15 tahun. Pesantren ini dipimpin oleh Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani atau yang ma’ruf dengan laqobnya Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Selama delapan tahun mbah Kyai Dalhar belajar di pesantren ini. Selama itulah Mbah Dalhar berkhidmah di ndalem pengasuh. Hal itu terjadi atas dasar permintaan ayahnya kepada Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani.
Jalan Kaki dan Pemberian Nama
Tidak hanya di daerah sekitar Mbah Dalhar menimba ilmu. Di Makkah Mukaramah beliau berguru kepada beberapa alim ulama yang masyhur. Perjalalannya ke tanah suci untuk menuntut ilmu terjadi pada tahun 1314 H/1896 M. Mbah Kyai Dalhar diminta oleh gurunya, Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani untuk menemani putera laki – laki tertuanya Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani untuk menuntut ilmu di Mekkah. Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani berkeinginan menyerahkan pendidikan puteranya kepada shahib beliau yang menjadi mufti syafi’iyyah Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani.
Keduanya berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Tanjung Mas,Semarang. Ada sebuah kisah menarik tentang perjalanan keduanya. Selama perjalanan dari Kebumen dan singgah di Muntilan, kemudian lanjut sampai di Semarang, Mbah Dalhar memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang dikendarai oleh Sayid Abdurrahman. Hal ini dikarenakan sikap takdzimnya kepada sang guru. Padahal Sayid Abdurrahman telah mempersilahkan mbah Kyai Dalhar agar naik kuda bersama.
Di Makkah (waktu itu masih bernama Hijaz), mbah Kyai Dalhar dan Sayid Abdurrahman tinggal di rubath (asrama tempat para santri tinggal) Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani yaitu didaerah Misfalah.
Sayid Abdurrahman dalam rihlah ini hanya sempat belajar pada Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani selama 3 bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama Hijaz untuk memimpin kaum muslimin mempertahankan Makkah dan Madinah dari serangan sekutu. Sementara itu mbah Kyai Dalhar diuntungkan dengan dapat belajar ditanah suci tersebut hingga mencapai waktu 25 tahun.
Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani inilah yang kemudian memberi nama “Dalhar” pada mbah Kyai Dalhar. Hingga ahirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi adalah nama asli beliau. Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah Swt, mbah Kyai Nahrowi Dalhar dibelakang waktu lebih masyhur namanya dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai “Dalhar”.
Ketika berada di Hijaz inilah mbah Kyai Dalhar memperoleh ijazah kemursyidan Thariqah As-Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom Al-Makki dan ijazah aurad Dalailil Khoerat dari Sayid Muhammad Amin Al-Madani. Dimana kedua amaliyah ini dibelakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan.
Mbah Kyai Dalhar adalah seorang ulama yang senang melakukan riyadhah.
Sehingga pantas saja jika menurut riwayat shahih yang berasal dari para ulama ahli hakikat sahabat – sahabatnya, beliau adalah orang yang amat akrab dengan nabiyullah Khidhr as. Sampai–sampai ada putera beliau yang diberi nama Khidr karena tafaullan dengan nabiyullah tersebut. Sayang putera beliau ini yang cukup ‘alim walau masih amat muda dikehendaki kembali oleh Allah Swt ketika usianya belum menginjak dewasa.
Selama di tanah suci, mbah Kyai Dalhar pernah melakukan khalwat selama 3 tahun disuatu goa yang teramat sempit tempatnya. Dan selama itu pula beliau melakukan puasa dengan berbuka hanya memakan 3 buah biji kurma saja serta meminum seteguk air zamzam secukupnya. Dari bagian riyadhahnya, beliau juga pernah melakukan riyadhah khusus untuk mendoakan para keturunan beliau serta para santri – santrinya.
Dalam hal adab selama ditanah suci, mbah Kyai Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah Haram. Ketika merasa perlu untuk qadhil hajat, beliau lari keluar tanah Haram.
Selain mengamalkan dzikir jahr ‘ala thariqatis syadziliyyah, mbah Kyai Dalhar juga senang melakukan dzikir sirr. Ketika sudah tagharruq dengan dzikir sirrnya ini, mbah Kyai Dalhar dapat mencapai 3 hari 3 malam tak dapat diganggu oleh siapapun. Dalam hal thariqah As-Syadziliyyah ini menurut kakek penulis KH Ahmad Abdul Haq, beliau mbah Kyai Dalhar menurunkan ijazah kemursyidan hanya kepada 3 orang. Yaitu, Kyai Iskandar, Salatiga ; KH Dimyathi, Banten ; dan kakek penulis sendiri yaitu KH Ahmad Abdul Haq. Sahrallayal (meninggalkan tidur malam) adalah juga bagian dari riyadhah mbah Kyai Dalhar. Sampai dengan sekarang, meninggalkan tidur malam ini menjadi bagian adat kebiasaan yang berlaku bagi para putera – putera di Watucongol.
 Karya-karya Mbah Dalhar
Diantara karya Mbah Kyai Dalhar yang sudah banyak dikenal dan telah beredar secara umum adalah kitab Tanwir al-Ma’ani. Sebuah karya tulis berbahasa Arab tentang manaqib Syaikh as-Sayyid Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar asy-Syadzili al-Hasani, imam Thariqah Syadziliyyah.

Selain daripada itu sementara ini masih dalam penelitian. Karena salah sebuah karya tulis tentang sharaf yang sempat diduga sebagai karya beliau setelah ditashih kepada KH. Ahmad Abdul Haq ternyata yang benar adalah kitab sharaf susunan Syaikh as-Sayyid Mahfudz bin Abdurrahman Somalangu. Karena beliau pernah mengajar di Watucongol, setelah menyusun kitab tersebut di Tremas. Dimana pada saat tersebut belum muncul tashrifan ala Jombang.
 Murid-murid Mbah Dalhar
Banyak sekali tokoh-tokoh ulama terkenal negeri ini yang sempat berguru kepada beliau semenjak sekitar tahun 1920-1959 M. Diantaranya adalah KH. Mahrus Aly Lirboyo, Abuya KH. Dimyathi Banten, KH. Marzuki Giriloyo dan lain sebagainya..

NB; Tulisan ini menukil dari beberapa blog yg ada,,, dengan tujuan niat bukan sekedar mengopi paste, akan tetapi ikut meramaikan memperkenalkan tokoh2 pejuang islam yang gigih dalam meneruskan perjuangan kanjeng Nabi SAW, semoga bermanfaat bagi pembaca...

Asal Usul Sebutan ALAWIYYIN


Add caption



Hijrah dari Basrah ke Hadramaut

Nenek moyang golongan Sayid di Hadramaut adalah seorang yang bernama Ahmad bin Isa yang dijuluki al-Muhajir yang berasal dari Basra, Irak. Kepindahannya ke Hadramaut disebabkan kekuasaan diktator kekhalifahan Bani Abbas yang secara turun menurun memimpin umat Islam, mengakibatkan rasa ketidakpuasan di kalangan rakyat. Rakyat mengharapkan salah satu keturunan Rasulullah dapat memimpin mereka. Akibat dari kepemimpinan yang diktator, banyak kaum muslim berhijrah, menjauhkan diri dari pusat pemerintahan di Bagdad dan menetap di Hadramaut. Imam Ahmad bin Isa keadaannya sama dengan para sesepuhnya. Beliau seorang 'alim, 'amil (mengamalkan ilmunya), hidup bersih dan wara' (pantang bergelimang dalam soal keduniaan). Allah SWT mengaruniainya dua ilmu sekaligus, ilmu tentang soal-soal lahir dan ilmu tentang futuhatul-bathin (mengetahui beberapa masalah gaib). Di Iraq beliau hidup terhormat dan disegani, mempunyai kedudukan terpandang dan mempunyai kekayaan cukup banyak. Ketika beliau berangkat hijrah dari Iraq ke Hijaz pada tahun 317 H beliau ditemani oleh istrinya, Syarifah Zainab binti Abdullah bin al-Hasan bin 'Ali al-'Uraidhy, bersama putera bungsunya bernama Abdullah, yang kemudian dikenal dengan nama Ubaidillah. Turut serta dalam hijrah itu cucu beliau yang bernama Ismail bin Abdullah yang dijuluki dengan Bashriy. Turut pula dua anak lelaki dari paman beliau dan orang-orang yang bukan dari kerabat dekatnya. Mereka merupakan rombongan yang terdiri dari 70 orang. Imam al-Muhajir membawa sebagian dari harta kekayaannya dan beberapa ekor unta ternaknya. Sedangkan putera-puteranya yang lain ditinggalkan menetap di Iraq.
Tibalah Imam al-Muhajir di Madinah al-Munawwarah dan tinggal di sana selama satu tahun. Pada tahun itulah kaum Qaramithah memasuki kota Makkah dan menguasainya. Mereka meletakkan pedang di al-hajij dan memindahkan Hajarul-Aswad dari tempatnya ke tempat lain yang dirahasiakan. Pada tahun berikutnya al-Muhajir berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Dari Makkah beliau menuju Asir lalu ke Yaman. Di Yaman beliau meninggalkan anak pamannya yang bernama Sayyid Muhammad bin Sulaiman, datuk kaum Sayyid al-Ahdal. Kemudian Imam al-Muhajir berangkat menuju Hadramaut dan menetap di Husaisah. Imam al-Muhajir menetap di Hadramaut atas dasar pengarahan dari Allah SWT, sebab kenyataan menunjukkan, setelah beliau hijrah ke negeri itu di sana memancar cahaya terang sesudah beberapa lama gelap gulita. Penduduk yang awalnya bodoh berubah menjadi mengenal ilmu. Imam al-Muhajir dan keturunannya berhasil menundukkan kaum khawarij dengan dalil dan argumentasi. Kaum Khawarij tidak mengakui atau mengingkari Imam al-Muhajir berasal dari keturunan Nabi Muhammad SAW. Untuk memantapkan kepastian nasabnya sebagi keturunan Rasulullah saw sayyid Ali bin Muhammad bin Alwi berangkat ke Iraq. Di sanalah ia beroleh kesaksian dari seratus orang terpercaya dari mereka yang hendak berangkat menunaikan ibadah haji. Kesaksian mereka yang mantap ini lebih dimantapkan lagi di makkah dan beroleh kesaksian dari rombongan hujjaj Hadramaut sendiri. Dalam upacara kesaksian itu hadir beberapa orang kaum Khawarij, lalu mereka ini menyampaikan berita tentang kesaksian itu ke Hadramaut. Dengan demikian mantaplah sudah pengakuan masyarakat luas mengenai keutamaan para kaum ahlul-bait sebagai keturunan Rasulullah SAW melalui puteri beliau Siti Fatimah Az-Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib. Al-allamah Yusuf bin Ismail al-Nabhany dalam bukunya Riyadhul Jannah mengatakan: 'Kaum Sayyid al-Ba Alwiy oleh umat Muhammad SAW sepanjang zaman dan di semua negeri telah diakui bulat sebagai ahlul-bait nubuwah yang sah, baik ditilik dari sudut keturunan maupun kekerabatan, dan mereka itu adalah orang-orang yang paling tinggi ilmu pengetahuan agamanya, paling banyak keutamaannya dan paling tinggi budi pekertinya'.
Mengenai hijrahnya Imam Ahmad Al-Muhajir ke Hadramaut, Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad dalam bukunya 'Risalatul Muawanah' mengatakan: Al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin al-Imam Ja'far Shadiq, ketika menyaksikan munculnya bid'ah, pengobralan hawa nafsu dan perbedaan pendapat yang makin menghangat, maka beliau hijrah dari negaranya (Iraq) dari tempat yang satu ke tempat yang lain hingga sampai di Hadramaut, beliau bermukim di sana hingga wafat.
Ahmad bin Isa, dengan maksud memelihara keturunan dari pengaruh buruk dan kesesatan yang nyata yang telah mewarnai kehidupan kekhalifahan Bani Abbas, berhijrah dari Basra ke Hadramaut pada tahun 317 H dan wafat di Husaisah pada tahun 345 Hijriah. Imam Ahmad bin Isa mempunyai dua orang putera yaitu Ubaidillah dan Muhammad. Ubaidillah hijrah bersama ayahnya ke Hadramaut dan mendapat tiga orang putera yaitu Alwi, Jadid dan Ismail (Bashriy). Dalam tahun-tahun terakhir abad ke 6 H keturunan Ismail (salah satu keturunannya ialah Syekh Salim Bin Bashriy) dan Jadid (salah satu keturunannya ialah al-Imam Abi Jadid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Jadid) punah dalam sejarah, sedangkan keturunan Alwi tetap lestari. Mereka menamakan diri dengan nama sesepuhnya Alwi, yang kemudian dikenal dengan kaum Sayyid Alawiyin.

Gelar Imam, Syekh, Habib dan Sayid

Menurut Sayyid Muhammad Ahmad al-Syatri dalam bukunya Sirah al-Salaf min Bani Alawi al-Husainiyyin, para salaf kaum 'Alawi di Hadramaut dibagi menjadi empat tahap yang masing-masing tahap mempunyai gelar tersendiri. Gelar yang diberikan oleh masyarakat Hadramaut kepada tokoh-tokoh besar Alawiyin ialah:

IMAM (dari abad III H sampai abad VII H). Tahap ini ditandai perjuangan keras Ahmad al-Muhajir dan keluarganya untuk menghadapi kaum khariji. Menjelang akhir abad 12 keturunan Ahmad al-Muhajir tinggal beberapa orang saja. Pada tahap ini tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam Salim bin Bashri.

SYAIKH (dari abad VII H sampai abad XI H). Tahapan ini dimulai dengan munculnya Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan berkembangnya tasawuf, bidang perekonomian dan mulai berkembangnya jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa ini terdapat beberapa tokoh besar seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia lahir, dibesarkan dan wafat di Tarim. Di kota Tarim, ia belajar bahasa Arab, teologi dan fikih sampai meraih kemampuan sebagai ulama besar ahli fiqih. Ia juga secara resmi masuk ke dunia tasawuf dan mencetuskan tarekat 'Alawi. Sejak kecil ia menuntut ilmu dari berbagai guru, menghafal alquran dan banyak hadits serta mendalami ilmu fiqih. Ketika ia masih menuntut ilmu, Syekh Abu Madyan seorang tokoh sufi dari Maghrib mengutus Syekh Abdurahman al-Muq'ad untuk menemuinya. Utusan ini meninggal di Makkah sebelum sampai di Tarim, tetapi sempat menyampaikan pesan gurunya agar Syekh Abdullah al-Saleh melaksanakan tugas itu. Atas nama Syekh Abu Madyan, Abdullah membaiat dan mengenakan khiqah berupa sepotong baju sufi kepada al-Faqih al-Muqaddam. Walaupun menjadi orang sufi, ia terus menekuni ilmu fiqih. Ia berhasil memadukan ilmu fiqih dan tasawuf serta ilmu-ilmu lain yang dikajinya. Sejak itu, tasawuf dan kehidupan sufi banyak dianut dan disenangi di Hadramaut, terutama di kalangan 'Alawi.
Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Ia memulai pendidikannya pada ayah dan kakeknya lalu meneruskan pendidikannya di Yaman dan Hijaz dan belajar pada ulama-ulama besar. Ia kemudian bermukim dan mengajar di Mekkah dan Madinah hingga digelari Imam al-Haramain dan Mujaddid abad ke 8 Hijriyah. Ketika Saudaranya Imam Ali bin Alwi meninggal dunia, tokoh-tokoh Hadramaut menyatakan bela sungkawa kepadanya sambil memintanya ke Hadramaut untuk menjadi da'i dan guru mereka. Ia memenuhi permintaan tersebut dan berhasil mencetak puluhan ulama besar.
Abdurahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Ia digelari al-Saqqaf karena kedudukannya sebagai pengayom dan Ilmu serta tasawufnya yang tinggi. Pemula famili al-Saqqaf ini adalah ulama besar yang mencetak berpuluh ulama termasuk putranya sendiri Umar Muhdhar. Ia juga sangat terkenal karena kedermawanannya. Ia mendirikan sepuluh masjid serta memberikan harta wakaf untuk pembiayaannya. Ia memiliki banyak kebun kurma.
Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf adalah imam dalam ilmu dan tokoh dalam tasawuf. Ia terkenal karena kedermawanannya. Ia menjamin nafkah beberapa keluarga. Rumahnya tidak pernah sepi dari tamu. Ia mendirikan tiga buah masjid. Menurut Muhammad bin Abu Bakar al-Syilli, ia telah mencapai al-mujtahid al-mutlaq dalam ilmu syariat. Ia meninggal ketika sujud dalam shalat Dzuhur.
Abdullah al-Aidrus bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman al-Saqqaf. Hingga usia 10 tahun, ia dididik ayahnya dan setelah ayahnya wafat ia dididik pamannya Umar Muhdhar hingga usia 25 tahun. Ia ulama besar dalam syariat, tasawuf dan bahasa. Ia giat dalam menyebarkan ilmu dan dakwah serta amat tekun beribadah.
Ali bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman al-Saqqaf. Ia menulis sebuah wirid yang banyak dibaca orang hingga abad ke 21 ini. Ia terkenal dalam berbagai ilmu, khususnya tasawuf. Menurut Habib Abdullah al-Haddad, ia merupakan salaf ba'alawi terakhir yang harus ditaati dan diteladani.

HABIB (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV). Tahap ini ditandai dengan mulai membanjirnya hijrah kaum 'Alawi keluar Hadramaut. Dan di antara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang peninggalannya masih dapat disaksikan hingga kini, di antaranya kerajaan Alaydrus di Surrat (India), kesultanan Al-Qadri di di kepulauan Komoro dan Pontianak, Al-Syahab di Siak dan Bafaqih di Filipina.
Tokoh utama 'Alawi masa ini adalah Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad yang mempunyai daya pikir, daya ingat dan kemampuan menghafalnya yang luar biasa. Sejak kecil ia telah menghafal alquran. Ia berilmu tinggi dalam syariat, tasawuf dan bahasa arab. Banyak orang datang belajar kepadanya. Ia juga menulis beberapa buku.
Pada tahap ini juga terdapat Habib Abdurahman bin Abdullah Bilfaqih, Habib Muhsin bin Alwi al-Saqqaf, Habib Husain bin syaikh Abu Bakar bin Salim, Habib Hasan bin Soleh al-Bahar, Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi.

SAYYID (mulai dari awal abad XIV ). Tahap ini ditandai kemunduran kecermelangan kaum 'Alawi. Di antara para tokoh tahap ini ialah Imam Ali bin Muhammad al-Habsyi, Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, Allamah Abu Bakar bin Abdurahman Syahab, Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib Husain bin Hamid al-Muhdhar.
Sejarawan Hadramaut Muhammad Bamuthrif mengatakan bahwa "Alawiyin" atau " qabilah Ba'alawi" dianggap qabilah yang terbesar jumlahnya di Hadramaut dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika. Qabilah Alawiyin di Hadramaut dianggap orang Yaman karena mereka tidak berkumpul kecuali di Yaman dan sebelumnya tidak terkenal di luar Yaman.
Jauh sebelum itu, yaitu pada abad-abad pertama hijriah julukan Alawy digunakan oleh setiap orang yang bernasab kepada Imam Ali bin Abi Thalib, baik nasab atau keturunan dalam arti yang sesungguhnya maupun dalam arti persahabatan akrab. Kemudian sebutan itu (Alawy) hanya khusus berlaku bagi anak cucu keturunan Imam al-Hasan dan Imam al-Husein. Dalam perjalanan waktu berabad-abad akhirnya sebutan Alawy hanya berlaku bagi anak cucu keturunan Imam Alwy bin Ubaidillah. Alwi adalah anak pertama dari cucu-cucu Imam Ahmad bin Isa yang lahir di Hadramaut. Keturunan Ahmad bin Isa yang menetap di Hadramaut ini dinamakan "Alawiyin" diambil dari nama cucu beliau Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa yang dimakamkan di kota Sumul. Alwi bin Ubaidillah mempunyai anak Muhammad. Muhammad bin Alwi mempunyai anak Alwi. Alwi mempunyai anak Ali (Kholi' Qasam).
Ali diberi laqob "Kholi' Qasam" sebagai nisbah kepada negeri al-Qasam yang merupakan tempat mereka di negeri Bashrah, di mana dari tempat itu ia mendapat harta dan membeli tanah di dekat kota Tarim di Hadramaut dengan harga 20.000 dinar dan ditanaminya pohon kurma untuk mengenang kota Qasam di Bashrah yang tadinya dimiliki oleh kakeknya al-Imam Ahmad al-Muhajir yang merupakan tanah yang luas di sana di dekat teluk Arab dan penuh dengan kurma pada masa itu. Menurut sejarah, Ali Kholi' Qasam waliyullah yang pertama kali di makamkan di perkuburan Zanbal Hadramaut dan salah satu kewalian beliau jika memberi salam kepada Rasulullah baik dalam keadaan shalat atau dalam keadaan lain, Rasulullah langsung menjawab salamnya. Ali Khali' Qasam mempunyai tiga orang anak: Abdullah, Husin dan Muhammad. Tetapi yang tetap meneruskan keturunannya adalah dari Muhammad yang dikenal dengan sebutan " Shahib Marbath ".
Dari keturunan Imam Alwiy bin Ubaidillah muncul sejumlah 'ulama-auliya, mereka mengkhususkan perhatian hanya kepada dakwah mengajak manusia kembali kepada kebenaran Allah SWT. Setiap orang dari mereka mempunyai sanad (sandaran) yang bersambung ke Rasulullah SAW.

Add caption



Jumat, 07 Februari 2014

WALIYULLAH DAN KAROMAHNYA

Dawuh Habib zein bin smith dalam majlasnya:
 
 Menampakkan kekaromahan (kesaktian) bukanlah merupakan syarat dari pada ke walian , Bukan...!! melainkan hakikat Wali Allah itu adalah Istiqamah yang merupakan tingkat tertinggi dari karomah.

sebagaimana yang telah di katakan Oleh Ulama':

إذا رأيت رجل يطير ..... وفوق ماء البحر قد يسير
ولم يقف عند حدود الشرع ..... فإنه مستدرج أو بدعي

Bila engkau lihat seorang dapat terbang Dan berjalan di atas lautan
Padahal dia tidak mentaati undang-undang syari’at
Maka ketahuilah bahwa dia adalah pelaku bid’ah yang dimanja.

Tanda-tanda Ulama yang jujur dan Orang wali yang bertaqwa adalah bertaqwa serta ittiba' (mengikuti sunnah Rasul) di setiap perkara.

bukan sebagaimana yang kita saksikan di zaman sekarang ini, sebagian orang memamerkan Ilmu, mereka senantiasa belajar ilmu dan pamer kemampuan dalam berceramah, penampilan dan gaya nya meyakin kan. sementera dari sisi Amal, Taqwa dan ta'at mereka tinggalkan. mereka ini lebih dahsyat bahaya nya daripada Iblis. mengikuti nya adalah kebinasaan dan kerugian.

dari Abi ustman an-nahdi katanya, Aku mendengar Umar ibnu khattab berkata di atas Minbar .

إن أخوف ما أخاف على هذه الأمة المنافق العليم قالوا وكيف يكون منافق عليم يا أمير المؤمنين قال عالم اللسان جاهل القلب والعمل

Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan terjadi pada umat ini adalah adanya seorang munafik yang alim.” Orang-orang bertanya, “Bagaimana ada munafik tapi alim?” Beliau menjawab, “Yakni orang yang hanya pintar di lidah, namun bodoh dalam hati dan amalnya).

Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam bersabda :

"إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى هَذِهِ الأُمَّةِ، كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ.

Sesungguhnya yang paling aku takuti dari ummatku adalah setiap orang munafiq yang pandai bersilat lidah.

dari Khudzaifah bin Alayaman katanya, bersabda baginda Rasulullah shallahu alaihi wa sallam.

يكون دعاة على أبواب جهنم . من أجابهم إليها قذفوه فيها قلت يا رسول الله صفهم لنا . قال ( هم قوم من جلدتنا يتكلمون بألسنتنا ) قلت فما تأمروني إن أدركني ذلك ؟ قال ( فالزم جماعة المسلمن وإمامهم . فإن لم يكن لهم جماعة ولا إمام فأعتزل تلك الفرق كلها . ولو أن تعض بأصل شجرة حتى يدركك الموت وأنت كذلك

orang-orang yang menyeru di pintu-pintu Jahannam, siapa saja orang yang menerima seruan mereka, maka mereka melemparkannya ke Jahannam!". Aku berkata: "Tunjukilah kami karakter mereka". Lalu beliau bersabda: "Kulit mereka sama dengan kulit kita, dan mereka juga berbicara dengan bahasa kita!". Aku berkata: "Lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku ketika keburukan itu menjumpaiku?". Beliau bersabda: "Kamu harus mengikuti Jama’ah kaum Muslim serta Imam mereka!". Aku bertanya: "Lalu apabila mereka tidak memiliki Jama’ah dan tidak pula memiliki Imam?". Beliau bersabda: "Tinggalkanlah semua firqoh-firqoh (kelompok yang menyeru ke pintu-pintu Jahannam) itu, meskipun kamu harus menggigit (memakan) akar pohon, sampai ajal menjemputmu dan kamu tetap seperti itu!".

BODOHNYA AKU MELEWATI MASA-MASA INDAH

  Masa2 indah bukan untuk di permainkan dan di perdebatkan tapi harus di perjuangkan. Apakah saya gagal dalam mempertahankan masa2 indah itu? Bisa di katakan iya tapi belum seratus persen benar. Ya karena masa indah itu bukan datang dan pergi begitu saja, Dia datang sekali dan kesiapan dalam mempertahankanya itu bagaimana? Dan bagaimana jika masa itu lepas? Lepas bukan berarti hilang, masih bisa di kumpulkan sisa2nya dengan himmah atau cita2 yg kuat. Masalahnya kini himmah itu berada di awang2 baina na'am am la, dukungan sudah terkumpul, tinggal dari hati menanggapi yg positif. Ini keinginan bukan himbauan dari orang2 dekat, masa indah itu milik gusti Allah dan saya bukan milik orang lain. Toh kalo masa indah itu tak kutemui disini, jika gusti Allah berkehendak bisa aku menemukannya di lain dimensi, tapi bukan waktu. Masa indah itu yo BELAJAR kalo masa itu sudah hilang di kehidupan saya, apa bedanya saya dengan mayat hidup? Berjalan di bumi bagai mayat.

Tapi saya masih termotifasi dengan syair2 yang terkumpul di Diwan imam syafi'i:
اصبر على مر الجفا من معلم        *       فإن رسوب العلم في نفراته
ومن لم يذق مر التعلم ساعة         *     تجرع ذل الجهل طول حياته
ومن فاته التعليم وقت شبابه         *            فكبر عليه أربعا لوفاته
وذات الفتى والله بالعلم والتقى        *          إذا لم يكونا لاعتبار لذاته


  Bersabarlah atas pedihnya kekerasan pengajar * Karena sesungguhnya kekokohan ilmu itu berada pada kesulitannya

Barang siapa tidak mencicipi pahitnya belajar walau sebentar * ia akan menelan kehinaan sepanjang hayatnya

Barang siapa melewatkan belajar di masa mudanya * maka bertakbirlah empat kali karena kematiannya

Demi Allah, hidup seorang pemuda itu tergantung ilmu dan takwa * Jika keduanya tidak ada, keberadaannya tidak dianggap


ini hanya ngomong untuk diri saya sendiri bukan untuk sekian banyak orang, karena itulah saya menulis agar saya ingat, bukan maksud untuk memberitahu pada orang lain, karna belom maqom saya untuk menasehati orang, yg lebih menekankan mencemooh diri sendiri.
keadaan saya saat ini mungkin sama dengan qoidah "anane tapi ura koyo enek" koyo dene mayit urip(batang).
Wallahu a'lam dengan keaaanku saat ini, yg di ombang-ambingkan oleh keadaan yg tak menentu.
YA ROBB SAMIHNII,,,,,,,,,,,

Jumat, 24 Januari 2014

THORIQOTUL HUSHUL 'ALA GHOYATHIL WUSUL DI MATA ULAMA ARAB

   Dosen universitas al ahgaff tarim hadramawt yaman sangat terkagum dengan kitab karangan mbah sahal yg berjudul toriqhotul hushul ala ghoyathil wusul, terlebih-lebih Dr. Amzat dosen al ahgaff dari yordania, beliau mengakui kecerdasan #MbahSahal dalam membuat kitab tersebut, Dr. amzat mengakui seorang indunesiyin(orang indonesia) membuat kitab sekaliber, thoriqotul husul. Sampai2 lughoh pengantarnya sangat mudah di untuk di pahami. #MbahSahal itu seorang ajam, dari indonesia, betapa hebatnya beliau di bidang ushul fiqhnya, sampai terlahir kitab toriqotul husul : Dr. amzat menimpali, Bagaimana saya tidak kagum? tambah Dr. Amzat, #MbahSahal bukan arobiy, tapi kecerdasanya bisa membuat kitab sekelas ulama2 di jazirah arab, segi bahasa penulisan #MbahSahal di dalam toriqotul husul tertata rapi sehingga orang tak mempercayainya bahwa ini adalah karya orang indonesia. Begitupun juga dengan dosen2 al ahgaff yang lainya, setengah tak percaya kalo pengampu kitab thoriqotul husul adalah #MbahSahal dr Indonesia, ketidak percayanya sebagian dosen al ahgaff yaitu, seorang indonesia berbahasa indonesia, akan tetapi mampu menulis kitab Toriqotu husul,sangat hebat pungkasnya.
selain di kagumi oleh dosen2 al ahgaff, kitab toriqotul husul ini juga di kaji santri dan masyarakat tarim, contoh kecilnya yaitu di rubat tarim yg di asuh Habib salim Assyatiri, kekaguman habib Salim syatiri pada kitab toriqotul husul ini, sampai2 menyuruh santri2nya muthola'ah dan mengkaji kitab tersebut. Pernah waktu itu habib salim syatiri sowan ke indonesia, dan sesampainya di indonesia habib salim gerah kecapean, tujuan habib salim selain sowan2 ulama indonesia, habib salim juga memburu karya2 kitab ulama indonesia, tanpa menghiraukan gerahnya tadi, habib salim sangat bersemangat mendapatkan kitab2 dari ulama indonesia, setelah mendapatkan dan membaca kitab2 ulama indonesia yang di cari tadi, Habib salim berkata: "Wallahi,,tak ada obat seindah ini yang bisa mengobati penyakitku". kitab2 ulama indonesia yang di baca habib salim salah satunya adalah Toriqotul husul ala ghoyathil wushul , seakan beliau  sembuh dr gerahnya setelah membaca kitab tersebut, MasyaAllah,,,,begitulah ulama2 luar mengakui keindahan kitab Toriqotul husul yg di susun oleh #MbahSahal, Semoga kitab toriqotul husul ini bisa meluas ke seantero dunia, bibarokati #MbahSahal , Mbah muttamakin dan seluruh wali2ne gusti Allah.
dan semoga gusti Allah mengampuni segala dosa #MbahSahal, dan menempatkan beliau di sisi SANG KEKASIH.


tarim, juma't, 24.01.2014, 02.30.

Selasa, 17 Desember 2013

MENGENANG SAHABAT PONDOK

Wak Turi, begitu akrab kami memanggilnya. Teman kami yang penuh prinsip bagaikan tongkat, berdiri tegak membantu sesama untuk berdiri dengan penuh semangat. Dulu, Wak Turi bisa dibilang nakal sebelum mondok di Kajen. Pilihan mondok di Kajen adalah pilihan ibunda Wak Turi yang satu tempo ketika bermunajat kepada Tuhan, dating sebuah bisikan, “nek kepengen anakmu mari, dusi banyu Kajen” (Kalau ingin anakmu sembuh dari kenakalannya, mandikanlah air Kajen).

Di penghujung Tahun 2008 masa pengabdian kepada Pesantren tercinta PMH Pusat, sahaya mengajukan Wak Turi dan Kang Eri (Kapolda) kepada Abah sebagai pilihan untuk menjadi calon Ketua PMH Pusat Periode 2009. Dan alhamdulillah, Wak Turi-lah yang mendapat suara terbanyak sehingga lebih berhak untuk mengemban amanah dari Abah. Selama kepemimpinan Wak Turi sebagai Ketua PMH Pusat, seiring dengan bangunan PMH Pusat yang baru, banyak program-program maupun kebijakan-kebijakan baru yang benar-benar melahirkan banyak kebajikan bagi segenap warga santri PMH Pusat. Wak Turi benar-benar mengemban amanah ini dengan sepenuh hati, segenap jiwa dan raga. Wak Turi benar-benar menjadi pemimpin yang dalam bahasa Bung Karno “seorang yang melampaui dirinya sendiri” karena ia lebih mengutamakan kepentingan bersama melampaui dan mengalahkan kepentingannya sendiri. Seorang pemimpin yang merakyat karena antara dirinya dan rakyatnya tiada sekat. Seorang pemimpin yang menjadi suri tauladan, karena betapa ia selalu mengajarkan bahwa apapun jika diniati khidmah kepada Kyai pasti akan mendatangkan keberkahan. Ibarat Imam dalam Shalat, Wak Turi adalah Imam yang pas bagi warga PMH Pusat. Bagaimana tidak? Shalatnya tidak terlalu cepat hingga yang belum bisa shalat tidak terlambat, atau tidak terlalu lambat hingga yang sudah bisa shalat pun tidak menunggu dengan berat. Pas! Ia sering menjuluki dirinya dengan “Wisnu” yang merupakan dewa pemelihara dan pelindung alam semesta, dengan harapan bahwa ia pun ingin menjadi pemelihara dan pelindung alam semesta dengan menjadi sayyidin panatagama khalifatullah ing tanah juwana.

Di penghujung Tahun 2009, Wak Turi bercerita bahwa ia bermimpi mengimami Kang Ridho. Dan ternyata mimpi itu mengejawentah dalam dunia nyata. Ya, Wak Turi terpilih untuk yang kedua kalinya menjadi Ketua PMH Pusat Periode 2010, dan Kang Muhammad Ridhollah Mu’thi sebagai wakilnya. Dalam catatan sejarah, baru kali ini ada Ketua PMH Pusat yang mengemban amanah selama dua tahun berturut-turut. Dan banyak sekali yang dipersembahkan Wak Turi untuk PMH Pusat. Apalagi ketika datang even tahunan yakni peringatan maulidiyyah yang diselenggarakan oleh empat pesantren komplek pol-garut, PMH Pusat, PMH Putra, PMH al-Kautsar, dan PMH Timur. Wak Turi begitu antusias nguri-nguri tradisi maulidan peringatan kelahiran Baginda Rasul SAW yang kelahirannya ditunggu-tunggu dengan gembar-gembira oleh seluruh alam. Ia selalu mengajak seluruh warga PMH Pusat untuk nderek hurmat Kanjeng Nabi dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan oleh Panitia Maulidiyyah (Pamal) termasuk lomba.

Di penghujung tahun 2010, malam nishfu sya’ban, malam mustajabah dimana doa-doa yang dilayangkan akan mudah terkabulkan, malam keramat dimana buku amal setahun akan ditutup dan diganti dengan lembaran-lembaran baru, semalaman ia tidak tidur. Entah doa apa saja yang ia panjatkan, tetapi yang jelas ia masih ingin selalu bersama Abah dan mengabdi kepada Abah. Esok harinya, ia ditimbali. Dan, di hari-hari kemudian ia pindah ke kamar sebelah ndalem Abah belakang toko. Alhamdulillah, Wak Turi masih bisa meneruskan pengabdiannya kepada Abah. Pekerjaan apapun ia lakukan selama ia mampu dan kuat, dengan tekad yang bulat bahwa khidmah kepada Kyai selamanya akan mendatangkan berkah meskipun kita tidak bisa membaca kitab atau tidak faham mendalam tentang agama. Baginya, mengaji kepada Kyai bukan sekedar membuka kitab menyimak penjelasan Kyai sembari memaknai, lebih dari itu! Bahwa tindak lampah dan ahwal Kyai adalah kitab yang selalu terbuka untuk dibaca selama kita mau membaca, karena tidak ada Kyai sejati yang tidak mengamalkan ilmunya dalam kehidupannya. Mengaji ya ini, ngaji laku, ngaji ahwal, ngaji balung. Disebut ngaji balung karena ngaji ini adalah ngaji yang paling dalam dan ngaji yang paling inti, karena inilah kerangka dasar! Apalah guna daging tanpa balung? Jadi, meskipun secara dhohir Wak Turi tidak banyak mengikuti pengajian-pengajian kitab, tapi secara batin diam-diam ia mengamati secara mendalam dan mengamalkan apa yang nampak dari Abah setiap kali beliau menjejak, apa yang terlihat setiap kali beliau memberi isyarat. Bukankah العالم يعلم بالإشارة? Tiada yang mampu memahami isyarat kecuali orang-orang yang tahu dan mengerti. Barangkali inilah tafsir mimpi Wak Turi yang tempo hari pernah ia ceritakan kepada saya. Dalam mimpinya, ia melihat orang-orang berlari-lari kesana-kemari berebut tongkat Abah, kemudian ia ditimbali dan dingendikani Abah: “Wis njarke wae, iko mau palsu, iki lho seng asli gowonen.” (Sudah, biarkan saja. Itu tadi yang palsu. Ini yang asli bawalah).

Sewaktu Kyai Mahfudz Siddiq Margoyoso wafat (1 Muharram 1435 H), Gus Aam putera beliau meminta saya mengajak tiga orang untuk bersama-sama khataman al-Quran sampai tujuh hari-nya wafat beliau. Saya, Wak Turi, Kak Irsyad, dan Kang Mahfudz. Wak Turi nampaknya tidak enak badan namun ia selalu merelakan dirinya dan memaksakan untuk hurmat guru-guru dan khidmah para Kyai. Kebiasaanya adalah menyembunyikan rasa sakit meskipun tak tertahankan agar orang lain tak merasa terbebani atau merasa kasihan. Sampai terdengar kabar bahwa sakitnya cukup serius, dan Wak Turi dilarikan ke RSU Soewondo. Ketika sahabat-sahabat menjenguk, ia sering melempar senyum bahagia, dan kelihatannya memang menyembunyikan sesuatu yang tidak enak untuk diceritakan. Katanya: “Ora opo-opo, yo rodo gak penak wae, Alhamdulillah iseh diparingi loro ben ora koyo fir’aun seng gak tahu loro” (Tidak apa-apa, ya cuma tidak enak badan, biar tidak seperti fir’aun yang tak pernah sakit).

Kang Ridho tiba-tiba sms sahaya katanya ia bermimimpi bertemu sahaya. Kami berdua dalam mimpi tersebut terlihat sedih menatap langit, ada lembaran-lembaran putih berterbangan ke langit. Kang Ridho bertanya kepada sahaya ada apakah, dan sahaya menjawab namun tak begitu jelas hingga tak terdengar olehnya.
Sore itu, sahaya, Kang Ishom, Kak Irsyad tengah bersantai-sore (12 Shafar 1435 H). tiba-tiba Lek Nur Ahyani menelfon, “Wak Turi ninggal”. Ya Allaaah Innaaa lillaaaah Wa Innaa Ilayhi Raaaji’uuuuun… inikah tafsir mimpi Kang Ridho bahwa kami terlihat sedih menatap langit, ada lembaran-lembaran putih berterbangan ke langit? Sebegitu cepatkah? Rasanya baru kemarin sahaya tanyai Wak Turi katanya sudah mendingan dan sudah pulang ke rumah, sebegitu cepatkah? Allaaahhh… Wak Turi… Selamat jalan Wak Turi. Kami bersaksi bahwa engkau orang baik, dan surga bagimu adalah balasan yang paling laik.

akan datang hari, mulut dikunci, kata tak ada lagi. akan tiba masa, tak ada suara, dari mulut kita. berkata tangan kita tentang apa yang dilakukannya. berkata kaki kita kemana saja ia melangkahnya. Ya Allaaaah... Innalillaaaah... Wa innaaa ilayhi raaji'uuun...

 اللهمّ اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه، اللهمّ اجعل الجنة مثواه، اللهمّ أكرم نزله ووسع مدخله ونور قبره

Oleh : Sahal Mahfudz

AMALAN YANG RINGAN NAMUN BERMANFAAT

فــــائـــــدة :
AMALAN YANG RINGAN NAMUN BERMANFAAT

AMALAN BERIKUT INI DIRIWAYATKAN DARI SEORANG ULAMA YANG AGUNG BELIAU ADALAH IMAM SUYUTHI.

BARANG SIAPA MENGAMALKAN AMALAN DI BAWAH INI MAKA ALLAH AKAN MEMBERIKAN KEPADANYA PEMAHAMAN ILMU DAN HARTA YANG BERLIMPAH

BACALAH:

( أستغفر الله الذي لا إله إلا هوَ الحي القيوم بديع السموات والأرض وما بينهما من جميع جرمي وإسرافي على نفسي وأتوب إليه
"AKU MOHON AMPUN KPD ALLAH DARI SEGALA KEDHOLIMANKU DAN SEMUA SIKAPKU YANG MELEWATI BATAS., DIALAH DZAT YANG MAHA ESA, TIADA YANG WAJIB DISEMBAH KECUALI DIA. DIALAH PENCIPTA LANGIT SERTA BUMI DAN SEMUA ISINYA....AKU BERTAUBAT KEPADANYA"
DIBACA SETIAP HARI HANYA TIGA KALI SETELAH SHOLAT SHUBUH